Oleh: Muhammad Fikri Ali, M. Pd

Di artikel sebelumnya telah kita bahas tentang 2 sebab yang membatalkan wudhu sehingga seseorang menjadi berstatus hadast kecil.

Selanjutanya Syaikh Salim bin Samir al-Hadrami di dalam kitab Safinah an-Najah, menjelaskan:

الثَّالِثُ اِلْتِقَاءُ بَشَرَتَيْ رَجُلٍ وَامْرَأَةٍ كَبِيْرَيْنِ أَجْنَبِيَّيْنِ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ

“Ketiga, Bertemu (bersentuhan) kulit laki-laki dan wanita dewasa yang ajnabiy (bukan mahram), tanpa ada penghalang”

Keterangan diatas menjelaskan kepada kita bahwa pembatal wudhu yang ketiga adalah:

“Bersentuhan kulit dengan kulit” (yaitu kulit luar, pent), sehingga tidak membatalkan wudhu jika yang bersentuhan adalah kulit dengan kuku, gigi, dan rambut.

Termasuk dalam hukum kulit adalah tulang yang terbuka, gusi dan lisan.

  • Yang bersentuhan adalah “kulit laki-laki dan perempuan” (jenis kelaminnya bebeda, pent), sehingga tidak membatalkan wudhu jika yang bersentuhan adalah laki-laki dan khunsa (anak dengan kelamin ganda), khunsa dengan perempuan dan yang berjenis kelamin sama.
  • Yang bersentuhan adalah “kabiroini” artinya laki-laki dan perempuan yang bersentuhan sudah sama-sama mencapai batas usia syahwat pada lawan jenis.

Untuk ketentuan ini masing-masing orang berbeda usianya.  Pada perempuan dapat diketahui dari rasa ketertarikan pada lawan jenis yang dilihatnya.  Kecondongan hatinya pada syahwat saat melihat lawan jenis menunjukkan dirinya sudah mencapai usia “kabir” yang menjadikannya batal saat menyentuh laki-laki tersebut.  Adapun pada laki-laki, dapat diketahui dari ereksinya zakar.

Oleh karena itu, apabila ada laki-laki yang telah mencapai batas mensyahwati sedangkan perempuan belum mencapainya, kemudian mereka saling bersentuhan kulit, maka wudhu tidak menjadi batal.

  • Yang bersentuhan adalah “Ajnabiyain” artinya antara laki-laki dan perempuan yang bersuntuhan adalah bukan mahrom (mahrom yaitu: orang yang haram dinikahi baik karena nasab, persusuan maupun pernikahan), yang bersifat muabbad (yaitu mahrom selamanya).

Adapun mahrom muaqat (mahrom sementara) seperti ipar, istri orang lain, wanita dalam masa iddah jika bersentuhan dengan laki-laki maka batal wudhunya.

  • Tidak ada penghalang (haa-il) antara kulit laki-laki dan kulit perempuan. Apabila antara keduanya terdapat penghalang sekalipun tipis maka saling bersentuhan tidak menyebabkan batalnya wudhu. Termasuk penghalang adalah kotoran debu banyak yang menempel dan mengeras di atas kulit, berbeda apabila kotoran tersebut dari keringat maka wudhu menjadi batal sebab menyentuhnya karena kotoran keringat tersebut seperti bagian dari tubuh.
  • Ketentuan ini berlaku bagi yang menyentuh dan yang disentuh meskipun karena terpaksa, orangnya lumpuh, impoten maupun sudah meninggal, hanya saja jenazah yang disentuh tidaklah batal wudhunya.

 

الرَّابِعُ مَسُّ قُبُلِ الْآدَمِيِّ أَوْ حَلْقَةِ دُبُرِهِ بِبَطْنِ الرَّاحَةِ أَوْ بُطُوْنِ الْأَصَابِعِ

“Keempat, menyentuh kemaluan atau mulut dubur (anus) manusia dengan telapak tangan atau telapak jari-jari tangan”

Perkara keempat yang membatalkan wudhu adalah menyentuh qubul manusia, baik karena lupa, ataupun qubul yang disentuh telah terpotong sekiranya masih disebut sebagai farji, meskipun qubul sudah tidak berfungsi, qubul anak kecil, qubul mayit, dan qubul milik sendiri atau orang lain.

 

Pengertian bagian qubul disini bagi laki-laki adalah seluruh batang dzakar atau tempat terpotongnya, bukan bagian yang ditumbuhi bulu roma dan dua pelir dan bukan bagian antara qubul dan dubur.

Adapun pengertian bagian qubul bagi perempuan adalah dua bibir vagina yang saling bertemu. Kedua bibir tersebut adalah dua sisi vagina yang menutupinya sebagaimana dua bibir menutupi mulut atau cincin menutupi bagian jari-jari dibawahnya. Tidak termasuk qubul disini adalah bagian atas kedua bibir vagina yang ditumbuhi bulu roma.

Mengecualikan dengan dua bibir vagina yang saling bertemu adalah bagian di belakang dua bibir tersebut sehingga apabila perempuan meletakkan jari-jari tangan ke dalam vagina tanpa menyentuk dua bibir vagina maka tidak batal wudhunya meskipun wudhu bisa batal sebab ia mengeluarkan jari-jarinya dari dalam vagina.

Termasuk bagian di belakang dua bibir vagina yang saling bertemu adalah badzr ‘ البظر ’, yaitu tonjolan daging yang berada di atas lubang vagina, dan termasuk bagian di belakangnya adalah qulfah. Ketika badzr masih bersambung dengannya. Apabila keduanya dipotong maka wudhu tidak menjadi batal sebab menyentuh masing-masing dari mereka.

Dikecualikan dari lafadz qubul manusia adalah qubul binatang. Artinya, menyentuh qubul binatang tidak membatalkan wudhu. Adapun makhluk jin, ia seperti manusia atas dasar kehalalan menikahi mereka sehingga apabila menyentuh qubul jin maka wudhunya menjadi batal.

Wudhu juga bisa menjadi batal sebab menyentuh halaqoh dubur manusia, yaitu lubang yang sisinya saling bertemu, seperti mulut dan sisi-sisi kantong kain. Tidak termasuk halaqoh adalah bagian di atasnya dan di bawahnya (bokong).

Syarat menyentuh qubul atau halaqoh dubur manusia yang dapat membatalkan wudhu adalah sekiranya disentuh dengan bagian dalam telapak tangan atau bagian dalam jari-jari tangan. Maksud bagian dalam dari keduanya tersebut adalah bagian yang tertutup ketika dua telapak tangan saling dipertemukan dengan sedikit menekan, selain dua ibu jari. Adapun bagian dalam dua ibu jari dapat diketahui dengan meletakkan bagian dalam satu ibu jari di atas bagian dalam ibu jari yang satunya.

Dengan demikian, ketika menyentuh qubul atau halaqoh dubur manusia, maka wudhunya pihak penyentuh dihukumi batal, sedangkan wudhunya pihak yang disentuh dihukumi tidak batal.

Berbeda dengan al-lamsu atau saling bersentuhan kulit, karena masing-masing dari pihak  menyentuh dan yang disentuh, wudhunya dihukumi batal.

Wallahu A’lam bis Showab